Mainberita – Hari Pers Nasional kembali diperingati di seluruh Indonesia sebagai momen refleksi atas perjalanan panjang pers dalam membangun bangsa. Dari perannya dalam perjuangan kemerdekaan hingga tantangan di era digital, pers terus menjadi pilar demokrasi yang berperan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dengan tema pers mengawal ketahanan pangan untuk kemandirian bangsa diharapkan pers mengawal kemandirian Bangsa Indonesia menuju 2045 Indonesia Emas.
Pers di Indonesia telah berkembang sejak masa kolonial, dimulai dengan penerbitan koran-koran berbahasa Belanda. Namun, titik penting dalam sejarah pers nasional dimulai pada awal abad ke-20, ketika media mulai digunakan sebagai alat perjuangan pergerakan nasional.
Salah satu pelopor pers pribumi adalah Medan Prijaji (1907) yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo. Koran ini tidak hanya menyajikan berita tetapi juga membangkitkan kesadaran nasionalisme di kalangan masyarakat pribumi.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, pers semakin berperan dalam membangun semangat kebangsaan. Tokoh-tokoh seperti Soekarno dan Hatta menggunakan media cetak untuk menyuarakan perlawanan terhadap penjajah. Namun, di masa Orde Baru, kebebasan pers dibatasi dengan ketat, dan banyak media yang dibredel.
Reformasi 1998 menjadi titik balik penting bagi kebebasan pers di Indonesia. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, kebebasan pers dijamin, dan media memiliki peran yang lebih luas dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Monumen Pers Nasional mengabadikan Perjuangan Jurnalisme, dalam memperingati Hari Pers Nasional, banyak pihak kembali menyoroti Monumen Pers Nasional yang terletak di Surakarta, Jawa Tengah. Monumen ini bukan sekadar bangunan bersejarah, tetapi juga pusat dokumentasi perjalanan panjang pers di Indonesia.
Didirikan pada 9 Februari 1978, Monumen Pers Nasional menyimpan koleksi koran-koran dari berbagai era, mesin cetak kuno, serta arsip digital yang merekam perkembangan jurnalisme di Indonesia. Monumen ini menjadi saksi bisu bagaimana pers telah berkembang dan bertahan dalam berbagai tantangan zaman.
Kebebasan Pers di Era Digital, antara Peluang dan Ancaman. Di era digital, kebebasan pers di Indonesia menghadapi tantangan baru. Di satu sisi, teknologi memungkinkan jurnalisme berkembang lebih cepat dan lebih luas. Namun, di sisi lain, muncul ancaman seperti hoaks, disinformasi, tekanan politik, dan ancaman terhadap jurnalis.
Beberapa media masih mengalami tekanan, baik dalam bentuk pembatasan akses informasi maupun ancaman fisik terhadap jurnalis yang mengungkap kasus-kasus sensitif. Sementara itu, munculnya media sosial telah mengaburkan batas antara jurnalisme profesional dan konten yang belum terverifikasi, menambah tantangan dalam menjaga kualitas informasi yang beredar.
Menurut Ketua Dewan Pers, kebebasan pers harus terus dijaga dengan memastikan regulasi yang melindungi jurnalis serta meningkatkan literasi digital di kalangan masyarakat. “Pers yang bebas adalah salah satu pilar demokrasi yang harus kita pertahankan. Namun, kebebasan ini juga harus dibarengi dengan tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang akurat dan berimbang,” ujarnya.
Memperingati Hari Pers Nasional bukan sekadar mengenang sejarah, tetapi juga merenungkan bagaimana pers dapat terus berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Dari era perjuangan hingga era digital, pers tetap menjadi penjaga demokrasi dan suara rakyat. Namun, tantangan baru terus bermunculan, sehingga perlu kerja sama semua pihak agar kebebasan pers tetap terjaga tanpa mengorbankan etika jurnalistik.
Di tengah arus informasi yang semakin deras, masyarakat juga diharapkan semakin cerdas dalam memilah berita, sehingga pers yang bertanggung jawab tetap menjadi pilar utama dalam membangun Indonesia yang lebih demokratis dan berkeadilan.