Mainberita – Media sosial (medsos) acapkali disebut sebagai ruang demokrasi, tempat suara masyarakat bisa dengan mudah didengar secara luas.
Meski begitu, ruang digital ini belakangan dinilai semakin penuh manipulasi, terkhusus terkait keberadaan akun ganda dan anonim yang dimanfaatkan oknum “buzzer” untuk menyebar isu dengan agendanya tersendiri.
Situasi inilah yang mendorong munculnya kembali usulan agar setiap warga di Indonesia hanya diperbolehkan memiliki satu akun di tiap platform medsos.
Wacana pembatasan akun media sosial sejatinya sudah pernah mengemuka oleh pejabat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga politisi di Tanah Air. Berikut ini ulasan selengkapnya:
Terbaru, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI, Bambang Haryadi sempat melontarkan gagasan terkait pembatasan satu akun per orang di tiap platform, bisa menjadi solusi untuk mengatasi isu liar yang kerap muncul di medsos.
Hal itu disampaikan Bambang dalam sesi doorstop dengan wartawan di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, pada kompleks parlemen, Senayan, Kamis, 12 September 2025.
Bambang menyinggung isu yang sempat beredar mengenai keponakan Presiden RI, Prabowo Subianto, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.
Isu tersebut menyebutkan Saras mundur dari DPR demi kursi menteri, padahal belum terkonfirmasi kebenarannya.
“Jadi kita kan paham bahwa social media itu benar-benar sangat terbuka dan susah, isu apa pun bisa dilakukan di sana. Kadang kita juga harus cermat juga dalam menanggapi isu social media itu,” terang Bambang.
Terpisah, Anggota Komisi I DPR, Oleh Soleh pernah menyoroti dampak buruk akun ganda dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran dengan Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, pada Selasa, 15 Juli 2025 lalu.
Soleh menilai, akun kedua atau second account justru merugikan masyarakat karena rawan disalahgunakan.
“Soal akun ganda, Pak. Baik di YouTube, di Instagram, di TikTok. Akun ganda ini kan sangat-sangat, sangat merusak, Pak. Akun ganda ini kan pada akhirnya disalahgunakan,” ujarnya.
“Pada akhirnya, bukan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bagi pemakai yang asli tentunya,” imbuh Soleh.
Menurut legislator PKB tersebut, keberadaan akun ganda lebih banyak mendatangkan ancaman. Walaupun platform mungkin mendapatkan keuntungan, namun ia menyebut dampaknya justru merusak ekosistem digital di Tanah Air.
“Walaupun di sisi lain bagi platform akun ganda mungkin menguntungkan. Tapi secara umum 100 persen saya rasa akun ganda ini justru malah menjadi ancaman dan bahkan merusak,” tukas Soleh.
Politisi Gerindra, Bambang mencontohkan sistem di Swiss yang mewajibkan satu warga negara hanya memiliki satu nomor telepon. Nomor itu terintegrasi dengan berbagai layanan, termasuk bantuan pemerintah dan media sosial.
“Bahkan kami berpendapat bahwa ke depan perlu juga single account terintegrasi, jadi setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap platform media sosial,” ujar Bambang dalam kesempatan yang sama.
“Kami belajar dari Swiss misalnya kan, satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, karena nomor telepon tersebut terintegrasi dengan fasilitas bantuan pemerintah, socmed dan lain lain,” terangnya.
Dalam hal ini, Bambang menegaskan informasi yang beredar di media sosial harus dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya aturan satu akun, ia berharap fenomena buzzer maupun akun anonim bisa ditekan.
Dalam kesempatan yang sama, Bambang menyebut usulan itu bukanlah upaya membatasi demokrasi.
Sekretaris Fraksi Gerindra itu justru menganggap langkah ini dapat memperbaiki kualitas demokrasi karena suara yang muncul di media sosial akan benar-benar berasal dari warga, bukan dari akun anonim atau palsu.
“Maka kami berpikir bahwa ke depan, mudah-mudahan, bukan ini membatasi demokrasi, tapi kita harus memastikan bahwa jangan sampai ke depan dengan kebebasan bersosial media orang malah digunakan sebagai sarana untuk melakukan framing yang framing negatif untuk orang per orang atau lembaga,” terang Bambang.
Ia menegaskan, maksud dari aturan ini bukan melarang seseorang memiliki akun di berbagai platform, melainkan membatasi agar di satu aplikasi hanya ada satu akun per orang.
Misalnya, seorang pengguna tetap bisa memiliki Instagram, Facebook, TikTok, dan WhatsApp, namun masing-masing hanya satu akun.
Selain buzzer, Bambang juga menyoroti bahaya akun anonim. Menurutnya, akun-akun semacam ini rawan dipakai untuk menyebar fitnah hingga melakukan penipuan daring.
“Selain rawan digunakan untuk framing isu, akun-akun anonim ini juga marak dipergunakan untuk melakukan tindak pidana kejahatan. Banyak yang tertipu belanja barang, bahkan ada juga yang tertipu lainnya,” ungkapnya.
Karena itu, pejabat DPR RI itu mendorong adanya verifikasi identitas yang lebih ketat.
“Dan untuk menghindari maraknya akun palsu, maka perlu evaluasi dan pemberlakuan verifikasi yang ketat. Agar jangan sampai ada data orang lain dipergunakan untuk membuat akun anonim tersebut,” imbuhnya.
Meski tengah menuai sorotan, jalan menuju regulasi “satu orang satu akun” bagi warga RI kini dinilai masih panjang.
Tantangan regulasi hingga perdebatan soal kebebasan berekspresi membuat wacana ini berpotensi menuai pro dan kontra.
Kendati demikian, sorotan dari DPR ini setidaknya menegaskan persoalan buzzer, akun ganda, dan akun anonim bukan sekadar isu ringan.
Hal tersebut lantaran menyangkut kualitas ruang publik digital sekaligus arah demokrasi Indonesia di era digital masa kini.***
Sumber
Link Artikel:
https://www.youtube.com/watch?v=8-nmEM8ofL4 (Komisi I DPR RI)