Oleh: Yan Christanto
Mainberita – Pernah nggak kamu merasa ingin ikut sesuatu hanya karena semua orang melakukannya? Entah ikut gowes pagi, beli sound horeg buat karnaval, lari maraton dan trailrun, atau bahkan main padel yang lagi hits di kota-kota besar. Nah, itulah yang disebut FOMO (Fear of Missing Out), rasa takut ketinggalan tren, momen, atau keseruan yang sedang ramai dibicarakan.
Tapi menariknya, FOMO ini bukan hal baru. Setiap zaman selalu punya versinya sendiri. Dulu, waktu pandemi COVID-19 tahun 2020–2021, siapa yang nggak ingat betapa sepeda jadi barang langka? Orang-orang rela antre di toko, harga melonjak, dan tiap pagi jalanan penuh pesepeda dadakan. Rasanya kalau belum ikut “gowes”, seolah ketinggalan zaman. Namun, begitu pandemi mereda, sebagian besar sepeda itu kembali diam di garasi. Yang tersisa? Mereka yang benar-benar jatuh cinta pada kayuhan, bukan sekadar ikut euforia.
Fenomena itu lucu tapi nyata. Setiap tren baru selalu datang dengan gelombang besar, menggoda siapa pun untuk ikut. Ada rasa ingin menjadi bagian dari sesuatu yang sedang “happening”. Kita pengin dianggap update, nggak ketinggalan, dan kadang tanpa sadar ingin diakui.
Tapi begini, FOMO itu tidak selalu buruk. Ia bisa jadi pintu pertama yang membawa seseorang menemukan hal baru dalam hidup. Ada orang yang awalnya ikut-ikutan lari karena FOMO, tapi akhirnya menemukan ketenangan dan kebugaran lewat olahraga itu. Ada yang awalnya ikut-ikutan bikin konten, tapi malah jadi kreator hebat. Ada pula yang dulu cuma penasaran dengan sound horeg, tapi akhirnya benar-benar terjun jadi pelaku event jalanan yang kreatif.
Artinya, FOMO bisa menjadi bahan bakar awal, selama diarahkan dengan niat yang baik. Namun, yang sering terlupakan adalah bagian “setelahnya”. Setelah hype mereda, setelah tren berlalu, siapa yang masih bertahan? Nah, di titik itulah FOMO berhenti, dan konsistensi mulai bicara. Yang bertahan bukan yang paling ramai di awal, tapi yang paling setia melangkah saat sorotan mulai padam. Karena yang benar-benar cinta pada sesuatu tidak butuh sorak-sorai untuk terus berjalan. Ia melangkah karena suka, bukan karena dilihat.
Makanya, kalau kamu sedang FOMO terhadap sesuatu entah olahraga, musik, bisnis, atau gaya hidup, nikmati saja prosesnya. Rasakan energinya, pelajari hal barunya, tapi jangan sampai kehilangan jati diri. Jangan memaksa ikut arus sampai lupa arah. Karena yang terpenting bukan soal “ikut tren”, tapi bagaimana kamu memaknai pengalaman itu dan menjadikannya bagian dari perjalanan hidupmu.
Bagi MainBerita, selama FOMO itu membawa arah positif, membuatmu berkembang, menambah semangat, dan tidak merugikan orang di sekitarmu, itu sah-sah saja. FOMO bisa jadi gerbang menuju hal baik, asal kamu tahu kapan harus berhenti membandingkan, dan mulai fokus pada versi terbaik dari dirimu sendiri. Akhirnya, kita semua memang akan “FOMO pada bidangnya”. Ada yang FOMO di musik, olahraga, hobi, karier, bahkan kehidupan sosial. Tapi tak apa. Karena dari situ kita belajar bahwa semangat ikut-ikutan pun bisa berujung pada penemuan diri. Selama dijalani dengan tulus, setiap “ikut-ikutan” bisa berubah jadi “ketertarikan”, dan setiap “ketertarikan” bisa berbuah “konsistensi”.
Jadi, kalau besok kamu merasa ingin ikut sesuatu yang sedang ramai, jangan buru-buru menilai diri sendiri. Mungkin, itulah caramu menemukan hal baru yang selama ini belum sempat kamu coba. Dan kalau pun nanti tren itu memudar, tak apa yang penting kamu pernah jadi bagian dari perjalanan itu. Karena pada akhirnya, bukan soal siapa yang duluan ikut tren, tapi siapa yang paling konsisten menjalaninya hingga akhir.
#SEMUAKANFOMOPADABIDANGNYA

