Mainberita – Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, hari dimana semangat persatuan lahir dari keberanian anak-anak muda yang berpikir melampaui zamannya. Tahun 1928 bukan sekadar angka dalam buku sejarah. Itu adalah momen kebangkitan kesadaran nasional, saat pemuda dari berbagai penjuru Nusantara menegaskan tekad untuk bersatu di bawah satu nama: Indonesia.
Pada masa itu, negeri ini belum mengenal kata “Indonesia” seperti yang kita ucapkan sekarang. Rakyat masih tersekat oleh bahasa daerah, adat istiadat, dan semangat kedaerahan. Tapi di tengah keterpecahan itu, muncul sekelompok pemuda yang punya pandangan jauh ke depan, mereka percaya bahwa kemerdekaan hanya bisa diraih jika bangsa ini bersatu.
Di sinilah peran para tokoh inisiator Sumpah Pemuda menjadi penting. Ada Soegondo Djojopoespito, Ketua Panitia Kongres Pemuda II, yang memimpin jalannya sidang dengan tekad kuat untuk menyatukan berbagai organisasi pemuda. Ada Wage Rudolf Supratman, sang pencipta lagu Indonesia Raya, yang untuk pertama kalinya memperdengarkan lagu kebangsaan itu secara instrumental di akhir kongres — sebuah momen yang membuat seluruh peserta haru dan bangga. Ada pula Muhammad Yamin, pemuda asal Sumatra Barat, yang sejak awal telah mengusulkan tiga ide besar : satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa. Gagasan itulah yang akhirnya menjadi isi utama ikrar Sumpah Pemuda. Sementara Amir Sjarifuddin, Darmawan Mangunkusumo, dan Johan Mohammad Tjaja ikut menegaskan pentingnya persatuan di tengah perbedaan.
Dari tangan dan pikiran merekalah lahir tiga kalimat sakral yang kini menjadi dasar kebangsaan :
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kalimat itu sederhana, tapi mengguncang zaman. Ia menjadi jembatan menuju kemerdekaan, sekaligus bukti bahwa kekuatan sejati bangsa ini bukan pada jumlah senjata, tapi pada keyakinan untuk bersatu.
Makna Sumpah Pemuda tidak berhenti di ruang sejarah. Ia adalah pesan abadi bagi generasi muda hari ini, bahwa cinta tanah air harus dihidupkan kembali, dalam bentuk yang relevan dengan zaman: mencintai produk lokal, menjaga persaudaraan di tengah perbedaan, melawan hoaks yang memecah, dan berkarya untuk negeri tanpa pamrih.
Sumpah Pemuda mengajarkan kita bahwa perjuangan bukan hanya tentang perang, tapi tentang kesadaran. Kesadaran bahwa kita satu bangsa yang harus saling menguatkan, satu tanah air yang harus dijaga, dan satu bahasa yang harus kita banggakan. Kini, hampir seabad berlalu, semangat itu seolah memanggil kembali. Bangsa ini masih butuh pemuda yang berani berpikir, berani bersuara, dan berani berbuat. Bukan sekadar pemuda yang menonton sejarah, tapi yang menulis sejarah baru dengan karya dan tindakan nyata.
“Kalau dulu mereka berjuang dengan pena dan tekad, maka kini kita berjuang dengan karya dan kesadaran.” Sumpah Pemuda bukan hanya tentang masa lalu yang agung, tapi tentang masa depan yang menunggu untuk diperjuangkan. Dan selama di dada anak muda Indonesia masih berkobar cinta tanah air, maka api Sumpah Pemuda tidak akan pernah padam.

