Mainberita – Kepolisian Republik Indonesia menetapkan enam personel internalnya sebagai tersangka dalam kasus pengeroyokan terhadap dua debt collector atau mata elang yang berujung pada meninggalnya korban. Peristiwa tragis tersebut terjadi di kawasan depan Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan, pada Kamis, 11 Desember 2025.
Keenam tersangka diketahui merupakan anggota aktif Satuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri. Penetapan status hukum mereka diumumkan secara resmi oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam konferensi pers pada Jumat, 12 Desember 2025.
“Berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, keterangan para saksi, serta barang bukti yang dikumpulkan, penyidik telah menetapkan enam orang sebagai tersangka yang diduga terlibat dalam rangkaian tindak pidana tersebut,” ujar Brigjen Trunoyudo. Ia merinci identitas para tersangka, yakni Brigadir IAM, Brigadir JLA, Brigadir RGW, Brigadir IAB, Brigadir BN, dan Brigadir AM.
Brigjen Trunoyudo menegaskan bahwa seluruh tersangka akan dikenakan pasal pidana dengan ancaman hukuman berat. Mereka dijerat Pasal 170 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait pengeroyokan yang menyebabkan korban meninggal dunia.
Pasal tersebut mengatur tindak kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum, dengan pemberatan hukuman apabila mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Selain proses hukum pidana, perbuatan keenam tersangka juga dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap kode etik dan disiplin di lingkungan Polri. “Tindakan yang dilakukan para terduga pelaku masuk dalam kategori pelanggaran berat,” tegas Brigjen Trunoyudo.
Polri menegaskan komitmennya untuk menangani kasus ini secara profesional dan transparan, meskipun melibatkan anggotanya sendiri.“Polri berkomitmen mengungkap setiap tindak pidana secara serius, kepada siapa pun, tanpa pandang bulu,” ujar Brigjen Trunoyudo. Ia menambahkan bahwa seluruh tahapan penegakan hukum akan dijalankan sesuai prinsip transparansi, profesionalitas, dan proporsionalitas.***
Selain penanganan pidana, keenam anggota Polri tersebut juga akan menjalani proses etik dan disiplin internal. Sidang kode etik profesi Polri akan digelar untuk menentukan sanksi tambahan, termasuk kemungkinan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), apabila terbukti melanggar aturan dan mencoreng nama institusi.
Polri berharap pengungkapan kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi seluruh personel agar selalu menjunjung tinggi hukum, etika, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas. Institusi kepolisian juga mengajak masyarakat untuk terus mengawasi kinerja aparat serta tidak ragu melaporkan setiap dugaan pelanggaran hukum demi terciptanya keadilan dan kepercayaan publik. (**)

