Mainberita Tulungagung – Pada era sekarang, kecintaan masyarakat terhadap sound horeg atau sound karnaval meningkat pesat. Dari sekadar hiburan jalanan, kini sound karnaval telah menjadi bagian penting dari ekspresi kreatif warga, terutama dalam rangkaian perayaan HUT Republik Indonesia.
Hampir di setiap desa, suara dentuman bass dan irama remix mengiringi arak-arakan peserta karnaval yang penuh warna. Kreativitas warga benar-benar patut diapresiasi, mulai dari kostum, mobil hias, hingga tata panggung mini di atas truk.
Namun, di balik semaraknya karnaval, tak sedikit warga yang mulai merasa terganggu. Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya mengeluh terhadap dentuman sound itu,
“Karnaval boleh saja, asal tidak mengganggu. Kalau check sound sampai jam 23.00 atau bahkan lewat tengah malam, jelas mengganggu. Belum lagi saat pelaksanaannya yang kadang molor hingga jam 1 atau 2 dini hari. Itu waktu istirahat, lho.”
Kritik ini ada benarnya. Di satu sisi, karnaval adalah wujud sukacita dan kebersamaan. Tapi di sisi lain, kenyamanan warga lain juga perlu dijaga. Jangan sampai semangat berkarnaval justru menimbulkan gesekan sosial.
Sebagai warga, kita perlu tepo seliro atau tenggang rasa. Penyelenggara karnaval dan peserta sound bisa menyesuaikan waktu, misalnya dalam rentang pukul 14.00 hingga 20.00. Meskipun panas, acara tetap bisa berjalan meriah tanpa mengganggu jam istirahat malam.
Dengan begitu, sukacita tetap bergema, tapi harmoni di masyarakat pun tetap terjaga.
Karena sejatinya, karnaval bukan sekadar soal siapa paling keras suaranya, tapi siapa paling bijak menjaga kerukunan di tengah keberagaman.