Bangkrut, 12.000 Karyawan Terdampak PHK, Ini Pengakuan Dirut Sritex

0
16

Mainberita – Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh karyawan atas loyalitas dan dedikasi mereka dalam membangun perusahaan tekstil tersebut.

“Jika dihitung, para karyawan telah bersama Sritex selama 21.382 hari sejak perusahaan berdiri pada 16 Agustus 1966,” ujarnya di Semarang, Jumat (28/2/2025), seperti dikutip dari Antara dan sumber media lainnya.

Namun, akibat kepailitan yang dialami Sritex, sekitar 8.000 karyawan di Kabupaten Sukoharjo kehilangan pekerjaan. Secara keseluruhan, sebanyak 12.000 karyawan dari Sritex dan tiga anak perusahaannya terkena dampak dari kebangkrutan ini.

“Kami sangat berduka atas situasi ini, tetapi tetap harus memberikan semangat kepada mereka,” tambah Iwan. Ia juga mengapresiasi dukungan pemerintah dalam menghadapi proses kepailitan perusahaan.

Baca Juga  Ternyata Ini Alasan Indonesia Lebih Dulu Mulai Puasa Dibanding Negara Tetangga

Proses PHK dan Jaminan Hak Karyawan

Iwan menegaskan bahwa manajemen Sritex akan bersikap kooperatif dan bekerja sama dengan kurator untuk memastikan proses penyelesaian berjalan lancar. Selain itu, ia berkomitmen untuk mengawal hak-hak karyawan agar tetap terpenuhi.

Kurator kepailitan PT Sritex, Denny Ardiansyah, menjelaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan langkah administratif agar para pekerja dapat segera mencari pekerjaan baru.

“Kami memfasilitasi mereka dengan menghadirkan petugas dari dinas tenaga kerja dan BPJS Ketenagakerjaan langsung ke pabrik Sritex, sehingga mereka tidak perlu repot mengurusnya ke kantor dinas atau BPJS,” jelasnya. Ia juga menegaskan bahwa hak-hak karyawan akan menjadi prioritas utama dalam daftar penyelesaian utang perusahaan.

Baca Juga  Prabowo Temui MBZ di UEA, Undang Kerjasama untuk Ketahanan Pangan hingga Energi

 

Sebelumnya, dalam rapat kreditur terkait kepailitan Sritex, diputuskan bahwa perusahaan tidak akan melanjutkan operasionalnya (going concern).

Dengan demikian, proses penyelesaian utang akan segera dilakukan sesuai dengan kondisi yang dipaparkan oleh kurator dan debitur pailit.

Keputusan untuk tidak melanjutkan operasional Sritex menandai berakhirnya salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah beroperasi selama hampir enam dekade.

Banyak pihak menyoroti bagaimana krisis keuangan ini terjadi, termasuk dampak pandemi, utang yang menumpuk, serta persaingan industri tekstil yang semakin ketat. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi perusahaan lainnya. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here