Mainberita – Daun-daun mulai berguguran di jalanan Paris, suhu turun perlahan, dan aroma kopi hangat terasa lebih berarti. Eropa resmi menyambut musim gugur — musim yang selalu identik dengan keindahan, perubahan, dan romantisme yang tak lekang oleh waktu.
Setiap tahun, sekitar awal Oktober, benua Eropa mulai berubah wajah. Dari London hingga Praha, pepohonan yang sebelumnya hijau kini berganti warna menjadi oranye, kuning, dan merah menyala. Bagi banyak orang, inilah musim paling indah sepanjang tahun — saat alam menampilkan karya terbaiknya sebelum memasuki musim dingin.
Di jalanan Amsterdam, wisatawan berjalan santai di antara kanal dengan mantel tipis dan kamera di tangan. Sementara di Swiss, turis mendaki lembah dengan latar gunung bersalju dan dedaunan yang bergradasi warna. Pemandangan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pelancong dunia yang datang mencari momen “autumn vibes”.
Tak hanya wisatawan mancanegara, warga Indonesia yang menetap di Eropa juga tak ketinggalan menikmati suasana. Seperti yang diceritakan oleh Dina Rahma, mahasiswa asal Yogyakarta yang kini kuliah di Jerman.
“Setiap kali musim gugur datang, rasanya seperti hidup di lukisan. Tapi di balik keindahan itu, ada juga rasa rindu rumah yang makin kuat,” ujarnya sambil tersenyum.
Musim gugur memang bukan sekadar perubahan cuaca. Di banyak negara Eropa, musim ini juga menjadi waktu panen anggur, festival kuliner, hingga liburan singkat untuk menikmati alam sebelum musim dingin tiba. Kota-kota seperti Paris, Munich, dan Budapest ramai dengan festival dan pasar musiman yang menjual cokelat panas, roti kayu manis, dan kerajinan tangan lokal.
Musim gugur selalu punya cara untuk menyentuh hati — mengajarkan bahwa setiap keindahan ada masanya, dan setiap perpisahan bisa seindah daun yang jatuh perlahan. Bagi siapa pun yang sempat menyaksikannya, autumn di Eropa bukan sekadar musim, tapi sebuah pengalaman yang menenangkan jiwa.