Kenapa THR Rp10 Ribu untuk Anak Saat Lebaran Sekarang Dianggap Remeh?

0
9

Mainberita – Memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) atau angpao Lebaran kepada anak-anak sudah menjadi tradisi yang melekat dalam perayaan Idul Fitri.

Namun, di zaman sekarang, nominal THR Rp10 ribu yang dulunya dianggap cukup bernilai, kini sering kali dipandang sebelah mata. Padahal, esensi dari pemberian THR adalah berbagi dengan ikhlas, bukan soal nominalnya.

Lantas, mengapa THR Rp10 ribu kini dianggap remeh? Apakah ini semata karena perubahan nilai uang, atau ada faktor lain yang memengaruhi cara pandang masyarakat?

1. Perubahan Nilai Uang dan Kenaikan Harga Barang

Salah satu alasan utama mengapa THR Rp10 ribu kini dianggap kecil adalah inflasi. Nilai uang terus menurun seiring berjalannya waktu, sehingga harga barang-barang kebutuhan juga semakin mahal.

Jika dulu dengan Rp10 ribu seorang anak bisa membeli banyak jajanan atau mainan kecil, sekarang jumlah tersebut mungkin hanya cukup untuk membeli satu atau dua makanan ringan.

Sebagai contoh, pada tahun 2000-an, uang Rp10 ribu bisa digunakan untuk membeli beberapa bungkus permen, minuman kemasan, atau bahkan satu porsi makanan di warung.

Namun, di tahun 2020-an, harga barang-barang tersebut sudah meningkat drastis, sehingga anak-anak merasa bahwa uang yang mereka terima tidak cukup bernilai.

Baca Juga  Apakah Wanita yang Belum Menikah Wajib Memberi THR Saat Hari Raya?

2. Pengaruh Gaya Hidup dan Tren di Masyarakat

Gaya hidup yang semakin konsumtif juga berperan dalam mengubah cara pandang terhadap uang. Di era digital dan media sosial, anak-anak semakin terbiasa melihat barang-barang mahal sebagai standar kebahagiaan.

Mainan, gadget, atau makanan di restoran cepat saji kini menjadi hal yang biasa bagi mereka, sehingga Rp10 ribu terasa tidak cukup untuk memenuhi keinginan mereka.

Selain itu, media sosial juga berperan dalam membentuk ekspektasi yang lebih tinggi terhadap pemberian THR. Ketika anak-anak melihat teman-temannya memamerkan uang THR dalam jumlah besar di media sosial, mereka mungkin mulai membandingkan dan merasa bahwa uang Rp10 ribu yang mereka terima terlalu sedikit.

3. Perbandingan dengan THR dari Orang Lain

Dalam lingkungan keluarga besar atau masyarakat, sering kali terjadi perbandingan nominal THR yang diberikan oleh berbagai orang. Jika ada kerabat yang memberi Rp50 ribu atau Rp100 ribu, maka uang Rp10 ribu pun terasa kecil di mata anak-anak. Padahal, bagi sebagian orang, memberikan THR dalam jumlah besar tidak selalu mudah, terutama jika mereka harus membagikannya kepada banyak anak.

Perbandingan ini sering kali tidak disadari oleh anak-anak, tetapi sangat memengaruhi cara mereka menghargai pemberian orang lain. Jika mereka terbiasa menerima jumlah besar dari satu pihak, mereka bisa saja menganggap pemberian yang lebih kecil sebagai sesuatu yang tidak berarti.

Baca Juga  Apakah Non-Muslim Boleh Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri?

4. Esensi THR yang Mulai Dilupakan

Salah satu hal yang paling disayangkan adalah bahwa makna asli dari THR mulai tergeser oleh fokus pada nominal. Awalnya, THR diberikan sebagai simbol berbagi kebahagiaan di hari raya, tanpa harus terikat pada jumlah tertentu. Namun, karena faktor-faktor di atas, pemberian THR kini sering kali diukur dari besar kecilnya nominal, bukan dari niat baik di baliknya.

Padahal, dalam Islam, berbagi di hari raya bukanlah tentang jumlah uang yang diberikan, melainkan tentang ketulusan dan kepedulian terhadap sesama. Rasulullah ﷺ mengajarkan umatnya untuk selalu bersyukur atas rezeki yang diterima, sekecil apa pun itu.

5. Bagaimana Sebaiknya Kita Menyikapi Hal Ini?

Jika THR Rp10 ribu dianggap remeh di zaman sekarang, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar nilai dan maknanya tetap terjaga:

  1. Mengajarkan Anak tentang Rasa Syukur – Orang tua bisa mendidik anak-anak agar lebih menghargai pemberian orang lain, berapa pun jumlahnya. Mereka perlu memahami bahwa yang terpenting adalah niat berbagi, bukan nominal uangnya.
  2. Memberi dalam Bentuk Lain – Selain uang tunai, kita juga bisa memberi THR dalam bentuk barang seperti snack, mainan kecil, atau buku yang lebih bermanfaat bagi anak-anak.
  3. Mengedepankan Kebersamaan – Alih-alih fokus pada jumlah uang, sebaiknya kita lebih menekankan makna silaturahmi dan kebersamaan saat Lebaran. Mengajak anak-anak untuk memahami makna berbagi bisa membuat mereka lebih menghargai setiap pemberian.
  4. Meningkatkan Nominal Sesuai Kemampuan – Jika memungkinkan, kita bisa menyesuaikan nominal THR dengan perkembangan zaman agar tetap relevan dengan kebutuhan anak-anak saat ini. Namun, hal ini tetap harus dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Baca Juga  Apakah Makan di Depan Orang yang Berpuasa Dosa? Ini Penjelasannya

THR Rp10 ribu yang dulu dianggap cukup bernilai kini sering kali dianggap remeh karena faktor inflasi, perubahan gaya hidup, serta perbandingan sosial di lingkungan sekitar. Namun, esensi dari pemberian THR sebenarnya bukan terletak pada jumlah uangnya, melainkan pada niat berbagi dan kebahagiaan yang dibawa di hari raya.

 

Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk tetap menanamkan nilai-nilai syukur dan kebersamaan dalam tradisi THR, agar maknanya tidak tergantikan oleh sekadar nominal.

Sebab, kebahagiaan Idul Fitri sejatinya bukan tentang uang yang diterima, tetapi tentang kasih sayang, silaturahmi, dan kepedulian terhadap sesama. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here