Mainberita – Di banyak daerah hari ini, olahraga bukan lagi sekadar soal keringat dan medali. Lihat saja event-event lari yang makin marak digelar di berbagai kota, mulai dari fun run hingga village marathon, semuanya kini menjelma jadi magnet wisata dan penggerak ekonomi lokal.
Setiap pelari datang bukan cuma untuk berlari, tapi juga berbelanja, mencicipi kuliner, hingga menikmati suasana khas daerah. Hotel dan homestay penuh, tukang parkir sibuk, penjual kaos komunitas laku keras. Bahkan pedagang air mineral, penjual pisang, hingga warung kopi di dekat lokasi start ikut panen rezeki.
Usai garis finis, pelari tak langsung pulang. Mereka nongkrong di warung kopi, bercanda soal pace lari, dan tentu saja menikmati nasi pecel legendaris di sudut kota. Di situlah terasa bahwa setiap langkah kaki pelari ternyata menghidupkan ekonomi kecil di sekitarnya.
Fenomena lain yang tak kalah menarik adalah bisnis outfit olahraga. Dari jersey custom, sepatu dengan teknologi terbaru, hingga headband berlogo brand ternama semuanya jadi bagian dari gaya hidup baru. Lari kini tak cuma tentang fisik, tapi juga ekspresi diri dan gengsi sehat.
Bagi daerah, event seperti ini jadi ajang promosi wisata. Banyak pelari dari luar kota datang, ikut lomba, lalu sekalian jalan-jalan. Mereka posting pemandangan alam, kuliner, hingga keramahan warga. Secara tidak langsung, sport tourism menjadi iklan gratis bagi destinasi lokal.
Konsep sport tourism sebenarnya sederhana, yaitu olahraga mengundang orang datang, dan setiap kunjungan membawa uang berputar. Tapi dampaknya luar biasa. UMKM tumbuh, transportasi lokal bergerak, dan yang paling penting masyarakat ikut merasakan manfaat nyata dari event yang sehat dan positif.
Seperti kata salah satu pelari asal Tulungagung, “Saya datang buat lari, tapi yang bikin nagih justru setelah larinya, yaitu NGOPI, sarapan pecel dan bercanda bersama”.
Ternyata, lari bukan hanya tentang jarak tempuh, tapi juga tentang seberapa jauh ia bisa membawa senyum bagi ekonomi rakyat.

