Mengenal Asal-Usul Sound Horeg: Hiburan Khas Desa Jawa Timur

0
3

Mainberita –  Siapa sangka, sound horeg, yang kini identik dengan hajatan meriah dan konser dangdut keliling di kampung-kampung Jawa, punya sejarah panjang yang berakar di pedesaan Jawa Timur.

Istilah ini bahkan berkembang menjadi bagian dari budaya hiburan rakyat yang masih lestari hingga sekarang.

Konsep sound horeg lahir dari kebutuhan warga desa untuk membuat pesta pernikahan atau syukuran jadi lebih meriah. Sejak tahun 1990-an, di sejumlah desa di Pantura Jawa Timur, terutama wilayah Bojonegoro, Tuban, Lamongan, hingga Gresik, warga mulai menggunakan sound system besar untuk mendukung pertunjukan orkes dangdut keliling.

Sebelum booming sound system modern, hiburan rakyat hanya diiringi gamelan, elektone, atau rebana. Namun seiring teknologi audio masuk desa, banyak warga kreatif merakit speaker berdaya besar dari peralatan bekas. Inilah cikal bakal sound horeg, yang identik dengan bass menggelegar dan dentuman musik yang bisa terdengar satu dusun.

Baca Juga  Mas Ibbin Ikuti Rapat Koordinasi untuk Optimalkan Program 100 Hari Kerja

Beberapa penelusuran dan cerita lisan menyebutkan Bojonegoro dan sekitarnya sebagai salah satu pionir hiburan sound horeg di Jawa Timur. Di desa-desa Bojonegoro, terutama kawasan perbatasan dengan Blora (Jawa Tengah), tradisi dangdut malam dengan sound system raksasa muncul sejak era 90-an.

Para perakit sound lokal bersaing menawarkan audio bertenaga besar, bahkan banyak yang merakitnya secara mandiri dari amplifier, power rakitan, dan box speaker custom. Persaingan inilah yang memicu tren lomba “siapa paling horeg”—yang berarti paling bising, paling mantap dentumannya.

Dari sinilah muncul istilah “horeg” yang belakangan merujuk pada suasana pecah, heboh, dan ramai.

Di banyak daerah Jawa Timur seperti Lamongan, Tuban, dan Blitar, sound horeg menjadi magnet hiburan rakyat di momen penting:

  • Hajatan pernikahan
  • Syukuran panen
  • Hiburan malam tahun baru
  • Festival musik rakyat
Baca Juga  Pemkab Blitar Gelar Kataman Al-Qur'an, Bupati Apresiasi Hafiz dan Hafizah

Acara semacam ini bukan hanya panggung musik, tetapi juga ruang silaturahmi warga, ajang bakat lokal, dan pasar bagi pedagang kaki lima.

Meski banyak digemari, sound horeg sering dikritik karena kebisingannya. Beberapa daerah mulai menerapkan batas jam operasi, izin keramaian, dan aturan volume demi menjaga ketertiban.

Pemerintah desa dan tokoh masyarakat juga mengimbau agar tradisi ini tetap lestari tanpa menimbulkan konflik dengan tetangga.

Dari desa-desa di Bojonegoro dan kawasan Pantura Jawa Timur, sound horeg tumbuh menjadi ikon hiburan rakyat Jawa. Ia lahir dari kreativitas warga desa, berkembang dengan semangat gotong royong, dan kini bahkan viral di media sosial.

Hiburan ini adalah bukti bahwa teknologi sederhana pun bisa menghidupkan kebersamaan, asalkan diatur bijak, tidak merugikan, dan tetap menjaga adab sosial.

Baca Juga  Kaesang Pangarep Sambangi Kota Blitar, Bahas Potensi Daerah dan Perkuat Silaturahmi

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here