Mainberita – Bupati Blitar, Rijanto, mewacanakan diadakannya lomba sound horeg karena dinilai memberikan sejumlah dampak positif bagi masyarakat. Ia menyebut bahwa ide ini sudah sempat dibahas bersama Wakil Bupati, dengan rencana pelaksanaan di area terbuka luas dan penilaian berdasarkan tampilan seni, termasuk tarian.
“Kami pernah membicarakan untuk mengadakan festival atau lomba, tapi di lokasi yang luas. Penilaian akan difokuskan pada pertunjukan tari,” ujar Rijanto pada Selasa (22/7).
Meski menyadari adanya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur serta larangan dari kepolisian, Rijanto menegaskan bahwa pemerintah kabupaten tidak secara langsung melarang kegiatan tersebut. Namun, ia menambahkan bahwa pihaknya akan mengikuti arahan dari pemerintah provinsi jika ada perintah resmi.
“Pemkab tidak melarang, hanya mengatur. Bila nanti ada instruksi dari atas, tentu kami akan mengikuti,” jelasnya.
Rijanto pun meminta agar pelarangan sound horeg dipertimbangkan secara matang. Menurutnya, dibandingkan dampak negatif, justru ada lebih banyak nilai positif dari kegiatan ini, seperti mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan hiburan bagi warga.
Sebelumnya, MUI Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa haram terhadap sound horeg. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim, Sholihin Hasan, menyampaikan bahwa keputusan ini dibuat setelah meninjau laporan masyarakat, berdiskusi dengan para pelaku usaha, serta mendapatkan masukan dari dokter spesialis THT.
Sholihin menyebut sound horeg yang volumenya berlebihan dapat mengganggu kesehatan, merusak fasilitas umum, dan kerap disertai tindakan yang melanggar norma agama, seperti joget campur pria dan wanita dengan pakaian terbuka. Aktivitas ini dianggap haram, baik dilakukan di lokasi tetap maupun berkeliling ke permukiman.
Namun, MUI masih membuka ruang toleransi jika sound digunakan dalam kegiatan seperti pernikahan atau pengajian, asalkan dilakukan secara wajar dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Mereka juga mengusulkan agar pemerintah daerah menetapkan regulasi jelas terkait perizinan, batasan suara, dan sanksi.
Wakil Gubernur Jatim, Emil Elestianto Dardak, menyambut baik fatwa MUI dan meminta semua pelaku usaha mematuhinya. Ia menilai sound horeg yang menampilkan aksi tidak senonoh sebagai pelanggaran moral, serta menyoroti kerusakan infrastruktur desa akibat kendaraan sound horeg yang tidak sesuai dengan kondisi jalan.
Di sisi lain, pelaku usaha meminta agar fatwa tidak diberlakukan secara menyeluruh. Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu, David Stefan, mengatakan mereka hanya memenuhi permintaan masyarakat dan turut berkontribusi dalam kegiatan sosial, seperti santunan dan pembangunan tempat ibadah.
“Jangan digeneralisasi. Yang melanggar sebaiknya dibina, bukan semua dihentikan,” ujar David. Ia berharap adanya pendekatan selektif serta dialog berkelanjutan antara ulama dan pelaku usaha.