WALHI sebut banyak perusahaan tak lakukan kewajiban reklamasi. (Instagram/walhisumbar)
Mainberita – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara terbuka mengungkap bahwa banyak perusahaan tambang tidak menjalankan kewajiban reklamasi di area bekas galian mereka.
Pernyataan ini disampaikan oleh Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian, dalam sebuah siniar yang dipublikasikan melalui kanal YouTube Forum Keadilan TV pada Jumat, 5 Desember 2025.
Menurut Uli, WALHI hingga kini belum melihat langkah konkret dari perusahaan tambang untuk melakukan reboisasi maupun reklamasi setelah membuka lahan untuk kegiatan usaha.
“Kalaupun ada perusahaan yang melakukan reboisasi atau reklamasi, pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang,” ujar Uli.
Reklamasi Wajib Dilakukan Sebelum Buka Blok Tambang Baru
Uli menegaskan bahwa Undang-Undang Pertambangan mewajibkan perusahaan melakukan reklamasi sebagai bagian dari tanggung jawab pascatambang.
“Perusahaan tidak boleh membuka area tambang baru sebelum menyelesaikan reklamasi dan kewajiban pascatambang di area sebelumnya,” tambahnya.
Ia menjelaskan bahwa reklamasi bertujuan memulihkan fungsi kawasan seperti sebelum penambangan dilakukan.
Namun, menurut pantauan WALHI, banyak perusahaan justru melanggar aturan tersebut.
“Pelanggaran yang paling sering terjadi adalah mereka membuka blok baru tanpa menuntaskan kewajiban reklamasi di blok sebelumnya,” ungkap Uli.
WALHI bahkan menemukan bahwa di sejumlah area bekas tambang, bukannya direstorasi, lahan tersebut justru ditanami pohon sawit atau tanaman lain yang manfaatnya tidak jelas bagi masyarakat.
“Kami melihat kawasan yang seharusnya dipulihkan malah ditanami sawit atau tanaman komersial lain. Jelas bukan untuk kepentingan rakyat,” tegasnya.
Negara Disindir Karena Kurang Pengawasan
Terkait pengawasan, Uli menyoroti lemahnya peran negara dalam memastikan kepatuhan perusahaan tambang.
“Setelah izin dikeluarkan, hampir tidak pernah ada evaluasi dari pemerintah, meskipun kami telah melaporkan berbagai pelanggaran. Evaluasi itu tidak pernah dilakukan,” ujarnya.
Ia menyebut bahwa Undang-Undang telah memberikan mandat kepada negara untuk melakukan pengawasan demi keselamatan warga, tetapi hal tersebut tidak dijalankan.
“Ketika izin diberikan, seharusnya prosesnya diperketat karena inti dari izin adalah proteksi,” jelas Uli.
Menurutnya, izin yang diberikan tanpa pengawasan sama saja memberi kelonggaran berlebihan kepada perusahaan tambang. (**)

