Sukatani: Dari Panggung Indie ke Sorotan Publik, Kebebasan Berekspresi atau Sensor Terselubung?

0
18

mainberita – Di era digital, kebebasan berekspresi seharusnya menjadi hak yang tak bisa ditawar-tawar. Namun, kisah Band Sukatani menunjukkan bahwa kebebasan ini masih menghadapi tembok besar di Indonesia. Siapa sangka, lagu “Bayar Bayar Bayar” yang mereka ciptakan, yang mengkritik praktik korupsi di kalangan aparat, justru membawa mereka ke pusaran kontroversi yang pelik?

Dari Musik ke Permintaan Maaf

Sukatani bukan nama baru di kancah musik indie. Dengan lirik tajam dan musik punk yang penuh semangat, mereka mencerminkan suara anak muda yang kritis. Namun, begitu lagu mereka viral, tekanan datang dari berbagai arah. Puncaknya? Mereka harus merilis video permintaan maaf dan menarik lagu tersebut dari platform digital. Apakah ini murni kesadaran sendiri atau ada tekanan dari pihak tertentu?

Baca Juga  Pantai Lumbung, Surga Tersembunyi Tulungagung Tayang di Bolang Trans7 Hari Ini Kamis 27 Februari 2025!

Tak berhenti di situ, vokalis Sukatani, Novi Citra Indriyati, juga mengalami dampak langsung dengan kehilangan pekerjaannya sebagai guru. Ironisnya, seharusnya seorang pendidik mengajarkan keberanian dalam menyuarakan kebenaran, bukan justru dihukum karena melakukannya.

Sensor atau Pembungkaman Kreativitas?

Apa yang dialami Sukatani seharusnya menjadi alarm bagi kita semua. Jika sebuah lagu bisa membuat musisinya kehilangan panggung dan pekerjaannya, lalu seberapa aman kebebasan berekspresi di negeri ini? Kita melihat bahwa kritik terhadap pemerintah atau institusi tertentu sering berujung pada pembungkaman. Ini bukan pertama kalinya seniman mengalami tekanan semacam ini, dan kemungkinan besar bukan yang terakhir.

Bahkan, Amnesty International pun ikut bersuara, menyayangkan bahwa sebuah karya seni harus ditarik dari ruang publik karena tekanan tertentu. Di sisi lain, muncul juga solidaritas dari masyarakat yang menilai bahwa musik adalah medium sah untuk menyampaikan realitas sosial.

Baca Juga  Olahraga atau Panggung Gaya? Mengapa Pelari Kini Tak Hanya Mengejar Garis Finis

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Jika kita, sebagai anak muda, tidak bersuara, siapa lagi? Peristiwa ini bukan sekadar tentang Sukatani, tetapi tentang hak kita untuk berbicara, berkarya, dan mengkritik tanpa takut dibungkam. Perbincangan di media sosial sudah mulai menggeliat, menunjukkan bahwa banyak yang peduli terhadap kasus ini.

Kita bisa mulai dengan mendukung karya-karya independen, memperjuangkan kebebasan berekspresi, dan menuntut transparansi dalam setiap bentuk tindakan yang membatasi hak bersuara. Ingat, jika hari ini kita diam, besok bisa jadi suara kita yang akan dibungkam.

Bagaimana menurut kalian? Apakah ini murni konsekuensi dari kritik yang berlebihan, atau ini adalah contoh nyata bahwa kebebasan berekspresi masih harus diperjuangkan di negeri ini?

Baca Juga  Penjual Es Teh Keliling Yang Dipemalukan dan Diolok-Olok Didepan Orang Banyak, Beginilah Sejarah Teh di Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here