Mainberita – Belakangan, jagat media sosial Indonesia dipenuhi foto bergaya polaroid yang menampilkan seolah-olah penggemar tengah berpose akrab dengan idola atau tokoh publik favorit mereka.
Mulai dari dirangkul, berdiri berdampingan, hingga gaya kasual ala kamera instan, semuanya tampak begitu meyakinkan.
Namun, kenyataannya foto-foto tersebut bukan hasil bidikan asli, melainkan editan teknologi kecerdasan buatan (AI), khususnya lewat Gemini AI dari Google.
Daya tarik tren ini terletak pada tampilannya yang natural: latar sederhana, tirai putih, pencahayaan ala flash kamera, hingga sedikit blur khas foto instan, sehingga sulit dibedakan dengan potret nyata.
Meski awalnya dianggap menyenangkan, tren ini mulai menuai kontroversi. Beberapa pemain Timnas Indonesia mengaku keberatan fotonya diedit secara berlebihan.
Rizky Ridho, misalnya, merasa terganggu setelah muncul foto AI yang memperlihatkan dirinya dalam pose tak pantas dengan seorang perempuan berhijab. Lewat Instagram Story, pemain Persija Jakarta itu meminta warganet lebih bijak.
“Teman-teman minta tolong lebih sopan lagi ya, tidak perlu edit yang seperti ini,” tulisnya.
Hal senada disampaikan Justin Hubner. Bek Timnas yang akrab dijuluki “preman” ini bereaksi keras setelah muncul editan polaroid AI yang menampilkannya seolah sedang berciuman dengan seorang perempuan.
Dalam unggahannya, Hubner mengingatkan bahwa editan semacam ini bisa menyinggung perasaan orang-orang terdekatnya.
“Teman-teman, bisakah kita berhenti membuat editan seolah aku mencium wanita lain? Satu-satunya yang kuinginkan adalah Jen,” tulis Hubner di Instagram Story.
Kontroversi ini pun memicu perdebatan di kalangan warganet. Ada yang menilai tren Polaroid AI menyenangkan karena memberi pengalaman berfoto dengan idola secara instan.
Namun, kasus yang menimpa pemain Timnas Indonesia juga memperlihatkan sisi lain: teknologi bisa berdampak negatif jika digunakan tanpa memperhatikan batas etika dan privasi. (*)