Viral Tren Kesenjangan Sosial di TikTok, Antara Hiburan Atau Kritik Sosial?

0
5
Tren viral di tiktok

Mainberita – Fenomena kesenjangan sosial tengah menjadi tren viral di platform TikTok. Banyak pengguna membuat konten yang menyoroti perbedaan kelas sosial melalui bentuk humor sederhana namun menyentil, memancing beragam reaksi dari warganet.

Tak sedikit yang merasa terhibur, namun ada pula yang menyayangkan tren ini karena dianggap menyentuh isu sensitif secara dangkal.

Tren ini biasanya berbentuk video singkat berisi dua kalimat yang menggambarkan perbedaan pengalaman atau persepsi berdasarkan latar belakang ekonomi.

Salah satu contoh paling populer adalah ketika suara kipas angin dianggap sebagai suara hujan—hal yang dianggap lucu namun mencerminkan perbedaan cara pandang terhadap realitas sehari-hari.

Contoh lainnya seperti, “Yang kamu maksud AYCE adalah all you can eat, tapi di otak aku es krim,” menunjukkan kontras antara seseorang yang terbiasa dengan restoran buffet mahal, dan orang lain yang menganggap ‘makan sepuasnya’ cukup dengan es krim murah.

Baca Juga  Manggung di Gedung KPK, Rhoma Irama Ajak Perangi Korupsi Lewat Lagu 

Bentuk kesenjangan ini menjadi bahan candaan, namun tetap merefleksikan realita yang dialami sebagian masyarakat.

Ada juga contoh kalimat seperti, “Kamu manggilnya Papah, aku manggilnya Bapak.” Meskipun lucu, beberapa netizen menilai contoh ini kurang tepat karena lebih mengarah pada kebiasaan linguistik dibandingkan cerminan status ekonomi.

Kendati begitu, konten-konten seperti ini tetap menuai banyak interaksi dan masuk ke dalam algoritma tren TikTok.

Meski banyak yang menganggap tren ini lucu dan relatable, kritik pun bermunculan. Salah satunya dari pengguna X dengan akun @tan*** yang menyatakan bahwa menjadikan kesenjangan sosial sebagai bahan lelucon bisa jadi cerminan masyarakat yang sedang mencoba “coping” dari pahitnya kenyataan sosial-ekonomi.

Baca Juga  Lagu-Lagu OM Lorenza yang Viral Tahun Ini, Bukti Dangdut Jadul Masih Digemari

Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial menjadi ruang tempat masyarakat menyuarakan keresahan lewat cara yang mudah diakses dan dikonsumsi—yaitu humor.

Namun, penting juga untuk mempertanyakan: sampai sejauh mana humor bisa dijadikan alat refleksi sosial tanpa meremehkan pengalaman hidup orang lain?

Keseimbangan antara menghibur dan menyadarkan, barangkali menjadi tantangan terbesar dari tren semacam ini. (*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here